Postingan

Latest Review

Yolo - Review

Gambar
Awal lihat trailer ini di youtube, gue bingung kok tumben distributor besar macam Sony Pictures mau membeli dan mendistribusikan film "kecil" seperti ini. Apalagi jarang ada distributor asal AS mendistribusikan film asal Tiongkok. Setelah dikulik, ternyata film ini mencetak angka box office yang luar biasa di Tiongkok. Faktor besarnya adalah penurunan berat badan drastis sebanyak 50 kg dari aktor utama sekaligus sutradara, Jia Ling. Kisah ini diadaptasi dari film Jepang tahun 2014 berjudul 100 Yen Love, tapi tanpa unsur penurunan berat badan. Versi Tiongkok berjudul Yolo menempatkan penurunan berat badan jadi salah satu plot utama meski ternyata hanya ditampilkan sekilas dalam bentuk montage. Tidak ada CGI atau practical effect , ini benar-benar murni menurunkan berat badan selama 10 bulan dengan diet ketat, intermittent fasting, dan olah raga. Filmnya sendiri adalah tipikal kisah inspiratif from zero to hero , di mana karakter utamanya sudah mencapai rock bottom untuk kemud

Dua Hati Biru - Review

Gambar
Antisipasi gue untuk film Dua Hati Biru juga tidak setinggi itu. Menurut gue, film Dua Garis Biru (2019) ditutup secara final dan pasti - apalagi jika berbicara seputar kehamilan remaja di luar nikah. Ternyata layaknya hidup manusia - yang bahkan sampai mati jadi hantu pun bisa dijadikan film - memang pasti ada kelanjutan setelah anak dari Bima dan Dara lahir ke dunia. Tentunya Dua Hati Biru fokus pada masa Bima dan Dara menjadi orang tua dari anak kecil berumur 4 tahun. Menjadi orang tua di usia 30an dan 40an saja tidak mudah, apalagi di usia 20an. Masa-masa di mana emosi dewasa muda belum matang, apalagi dengan kondisi pekerjaan dan penghasilan yang tidak menentu. Tentunya ini jadi permasalahan yang pastinya bisa dirasakan kebanyakan orang. Tapi sayang menurut gue Dua Hati Biru membawa terlalu banyak permasalahan orang tua ke dalam satu film. Satu demi satu masalah ditumpahkan dalam durasi 1 jam 46 menit, mulai dari adaptasi balita terhadap ibu yang baru ditemuinya secara fisik, regu

Badarawuhi di Desa Penari - Review

Gambar
Pada awalnya memang gue cukup memandang sebelah mata film ini karena gue kurang suka dengan KKN di Desa Penari (2022). Apalagi ini adalah tipikal komersialisasi meemeras satu Intellectual Property menjadi banyak film dan tidak membawa cerita ke mana-mana. Mengingat KKN di Desa Penari yang meraih 10 juta penonton yang notabene menjadi satu-satunya film paling laris sejak era Orde Baru, tentu saja harus ada film lanjutannya di dalam semesta yang sama. Ternyata gue malah suka dan sangat menikmati film kedua di semesta KKN ini - bahkan lebih menyenangkan ketimbang Siksa Kubur. Pertama, karena jalan ceritanya yang sangat membumi dan gue sebagai penonton ikut larut ke dalam suasana kelam desa penari. Karakter utamanya punya kemauan dan kebutuhan yang jelas dan sederhana yang bisa kita ikut; mengembalikan gelang yang dipercayainya bisa menyembuhkan ibunya yang sedang sakit parah.  Jelas bahwa Badarawuhi di Desa Penari jauh lebih baik ketimbang KKN di Desa Penari. KKN di Desa Penari terlampau

Siksa Kubur - Review

Gambar
Semua film (dan serial) karya Joko Anwar memang selalu dinanti oleh banyak orang, terutama para penggemarnya. Apalagi Joko Anwar termasuk salah satu sutradara Indonesia yang hobi memberikan banyak easter egg di dalam setiap filmnya. Ditambah lagi beredar teori bahwa semua film karya Joko Anwar sebenarnya ada dalam satu semesta yang sama, mengingat ada beberapa benda, nama, dan organisasi yang muncul di beberapa filmnya. Siksa Kubur di atas kertas punya premis yang sederhana; apakah siksa di dalam kubur itu nyata adanya? Kalau benar nyata, apakah siksaan itu berupa fisik atau bisa juga berupa psikis? Satu-satunya cara untuk membuktikan kebenaran siksa kubur adalah menguburkan diri hidup-hidup bersama seseorang yang paling kejam dan berdosa. Hal ini direpresentasikan oleh karakter utama film ini, Sita, yang punya trauma mendalam di hidupnya sehingga jadi apatis terhadap agama. Untuk orang-orang yang bilang kalau film ini cukup membohongi penonton karena adegan siksa kubur hanya ada di 5

The First Omen - Review

Gambar
Film ini berlaku sebagai prekuel dari The Omen (1976), film orisinil dari franchise Omen. Akhir film The First Omen langsung nyambung dengan awal dari film The Omen. The First Omen ini bercerita tentang seorang suster yang dikirim ke Roma untuk melayani, tapi ternyat amengalami sederetan kejadian supranatural. Buat pecinta horor, apalagi genre horor kerasukan, wajib tonton nih! Nonton The First Omen ini berasa nonton film horor buatan A24 atau film produksi studio kecil atau independen. Padahal film ini produksi 20th Century Studios yang notabene studio besar dan komersil. Dalam artian, film ini cenderung slow burn dengan jalan cerita yang bergerak lamban dan minim dialog. Sekalinya ada dialog pun hanya dialog panjang dan cukup jarang ada penampakan. Tapi sekalinya ada penampakan atau jump scare, sangat mengagetkan dan lumayan bikin gue lompat dari kursi. Setiap penampakannya diletakkan di adegan-adegan yang tidak diprediksi. Selain itu, banyak gambar-gambar khas horor slasher yang aka

Godzilla x Kong: The New Empire - Review

Gambar
Ini adalah film kelima dari MonsterVerse setelah Godzilla (2014), Kong: Skull Island (2017), Godzilla: King of the Monsters (2019), Godzilla vs Kong (2021). Tentunya Godzilla dan Kong nggak berantem lagi kaya di filmnya tiga tahun lalu, tapi kali ini mereka akan bahu membahu melawan Titan baru yang sama sekali disembunyikan sampai filmnya rilis. Gue yang sama sekali nggak menikmati Godzilla vs Kong nggak punya ekspektasi tinggi untuk film terbaru ini. Gue merasa sejak GvK, franchise ini mengarahkan film-filmnya lebih untuk anak-anak dan keluarga. Benar saja, di GxK ini formula untuk anak-anak masih digunakan dengan banyak komedi dan jalan cerita yang ringan. Tentunya film ini menjawab permintaan banyak fans untuk memperbanyak adegan berantem antara Titan. Film ini menyuguhkan itu dengan menampilkan nggak cuma satu-dua tapi banyak spesies Titan baru. Selain itu, peran para manusia juga dibuat cukup signifikan dalam pertarungan antar Titan ini. Meski ada beberapa keputusan yang gue ngga

Ghostbusters: Frozen Empire - Review

Gambar
Rilisnya Ghostbusters: Frozen Empire ini nggak begitu bikin gue excited sih meski gue suka banget dengan dwilogi Ghostbuster (1984) dan Ghostbusters II (1989). Tapi sejak gender switch Ghostbusters (2016) yang flop dan Ghostbusters: Afterlife (2021 yang biasa aja, gue jadi menurunkan ekspektasi gue terhadap kelanjutan franchise ini. Yang menarik adalah sebelum nonton Frozen Empire, gue nonton ulang Afterlife di Prime Video lewat TV dan gue menikmati banget. Gue jadi mikir, apa iya franchise Ghostbusters ini lebih nikmat ditonton di TV ya? Apalagi film original tahun 80-an pun gue juga tonton di TV. Benar saja, Frozen Empire ini juga menurut gue cukup membosankan. Sedikit lebih baik ketimbang Afterlife, tapi ini pun menurut gue karena semua pemeran lama dapat porsi 90% dalam film ini. Menyenangkan melihat kembali Bill Murray, Dan Akroyd, Ernie Hudson dapat porsi yang jauh lebih banyak dan cukup signifikan. Ditambah lagi semua pemeran remaja seperti Mckenna Grace, Logan Kim, dan Finn W

To Kill A Tiger - Netflix Review

Gambar
Mungkin film dokumenter ini ada sebagai terapi anger management ya. Coba yang mau ngetes rasa marahnya, nonton ini deh. Lima belas menit pertama kalau nggak marah atau kesel atau gimana, berarti lo punya anger management yang bagus. Tapi ternyata nggak cuma 15 menit pertama aja, bahkan sampai akhir juga loh. To Kill a Tiger adalah film dokumenter yang menggambarkan semua hal yang salah tentang patriarki, sumber daya manusia yang nggak berkualitas, dan sistem hukum yang berantakan. Sayangnya tiga hal ini nyata terjadi juga di Indonesia. Jadi meski berlatar di India, gue berani yakin bahwa kejadian yang ada dalam film dokumenter ini pasti bisa ditemukan juga di Indonesia. Betapa susahnya mengawal proses kekerasan seksual di negara berkembang yang punya budaya patriarki, SDM nggak berkualitas akibat status sosial ekonomi, dan sistem hukum yang nggak bisa diandalkan. Siapa yang menyangka kalau melaporkan kasus kekerasan seksual ke ranah hukum ternyata bisa diintimidasi oleh warga desa? Sud

Kung Fu Panda 4 - Review

Gambar
Setelah Kung Fu Panda 3 (2016), delapan tahun kemudian kita bisa menikmati kelanjutan petualangan Po. Kali ini Po harus mencari penerus Pendekar Naga agar dirinya bisa mengambil peran sebagai Pemimpin Spritual di Lembah Perdamaian. Tantangan muncul ketika ada penjahat baru, Chameleon muncul untuk mencuri Tongkat Kebijaksanaan Po dan membangkitkan kembali penjahat-pejahat dari masa lalu. Po pun bergabung dengan Zhen, seorang rubah pencuri yang berpotensi menjadi penerus Po sebagai Pendekar Naga. Jujur gue sendiri sudah lupa dengan kisah Kung Fu Panda 3, tapi gue masih bisa mengikuti jalan cerita Kung Fu Panda 4 dengan baik dan nggak roaming. Meski gue nggak terlalu excited nonton ini, tapi gue masih bisa terhibur dengan visualnya yang memang sudah jadi standar animasi Hollywood. Ceritanya sendiri memang ditujukan untuk anak-anak, tapi masih bisa dinikmati oleh para dewasa. Makna yang dibawakan juga bagus, tentang perubahan yang pastinya akan kerap ditemui sepanjang hidup. -

Exhuma - Review

Gambar
Meski sudah baca beberapa reviewnya di media sosial, tapi gue nggak nyangka Exhuma sebagus itu! Film ini otomatis masuk dalam 10 film terbaik yang gue tonton selama tahun 2024, entah posisi nomor berapa. Film ini nggak cuma jualan horor yang bukan tipikal jump scare, tapi surprisingly juga sangat nasionalis dan anti kolonialisme! Menurut gue, sebenarnya Exhuma ini bukan film horor deh. Film ini bisa masuk genre misteri atau investigatif yang kebetulan aja ada beberapa penampakan hantu yang bikin bulu kuduk begidik. Mirip sama Parasite, film ini berganti plot di tengah ke arah yang lebih gelap dan mengerikan. Kisah pengusiran arwah penasaran bergeser ke kisah nasionalis. Dua kisah ini juga digambarkan dengan dua elemen yang digunakan dalam fengshui; setengah film pertama didominasi air seperti hujan dan setengah film kedua didominasi oleh api. Kalau yang menyangka film ini akan banyak adegan jumpscare atau kaget-kagetan sudah pasti kecewa. Apalagi Exhuma tipikal film slow burn yang plot