Minggu Pagi di Victoria Park

sobekan tiket bioskop tertanggal 15 Juni 2010 adalah Minggu Pagi di Victoria Park. sebelum kemunculan filmnya di bioskop, gue memang sudah tertarik untuk menontonnya. tak lain dan tak bukan adalah karena gue sudah cukup kangen akan film-film Indonesia yang BERMUTU, apalagi di tengah serbuan film komedi-seks dan horor-seks yang ada di bioskop-bioskop.

bercerita tentang Mayang, seorang gadis desa yang "dikirim" oleh orang tuanya untuk menjadi TKW di Hong Kong dalam misi mencari adiknya. pencarian Mayang akan adiknya pun membuat matanya terbuka akan segala macam permasalahan para "pahlawan devisa" yang berjuang mencari uang di negeri orang.

ternyata, Victoria Park adalah sebuah tempat berkumpul bagi para TKW asal Indonesia ini. setiap hari Minggu pagi, mereka berkumpul entah untuk menunjukkan eksistensi diri, berpacaran, sampai piknik. dan judul film ini secara pas menggambarkan keseluruhan cerita yang dibawakan oleh filmnya; mengulik lebih dalam permasalahan para pahlawan devisa ini di negeri orang dengan jalan cerita yang dipimpin oleh pencarian Mayang akan adiknya yang terbelit masalah.

menurut gue, film ini telah melewati riset yang cukup dalam untuk memaparkan seluk beluk permasalah saudara-saudara kita yang merantau nun jauh disana. di tengah budaya yang berbeda, bahasa yang berbeda, jauh dari rumah dan kesepian, para pekerja-pekerja ini mencoba bertahan hidup dengan segala macam cara. pacaran dengan warga asing yang akhirnya dirugikan secara ekonomis, terbelit hutang dengan lembaga pemberi pinjaman, percintaan sesama jenis, sampai kasus bunuh diri. penganiayaan oleh majikan? tema itu tidak secara gamblang diangkat dalam film ini. malah terkesan film ini ingin memberikan sisi lain dari majikan, bahwa tidak semua majikan bersikap sadistis terhadap pekerja di rumahnya.
gue cukup kagum dengan sinematografi yang asik banget di film ini. sudut-sudut kota Hong Kong yang memang indah, berhasil ditangkap oleh kamera secara apik. iringan score juga cukup pas menterjemahkan adegan yang sedang terjadi. cuma kok gue rada terganggu dengan aktingnya Lola Amaria, yang notabene sebagai pemeran utama, merangkap sutradara pula. apa yah, terkesan kaku dan canggung begitu. mungkin Lola memang ingin menghidupkan karakter gadis desa yang canggung berada di tengah-tengah hiruk pikuk kota besar. tapi kok ya gimana gitu. beruntung Titi Sjuman tampil baik dan mencuri perhatian penonton lewat aktingnya sebagai adik dari Mayang. akting dari para pemeran pembantu pun patut diacungi jempol saking naturalnya, terutara karakter Titik!
sebuah film yang apik sebagai oasis di tengah gempuran film-film Indonesia yang bertema ga jauh-jauh dari seks itu.

rating?
7 of 10

Komentar