Biutiful

Sobekan tiket bioskop tertanggal 1 Februari 2011 adalah Biutiful. Ini adalah salah satu film yang gue tunggu-tunggu kemunculannya. Sempat gigit jari karena beberapa teman telah duluan menontonnya dalam JiFFest 2010 kemarin. Namun penantian gue akan film-filmnya Alejandro Gonzales Inarritu memang selalu terbayar lunas. Belum lagi nama Javier Bardem yang siap menghias film ini sebagai pemeran utama.

Uxbal (Bardem) adalah seorang ayah dari dua orang anak dan suami dari istri yang menderita gangguan mental bipolar. Tidak banyak yang kita tahu mengenai latar belakang dari dirinya selain ayahnya yang meninggal saat usia muda. Namun Uxbal berusaha keras untuk mengumpulkan uang demi menjaga agar kedua anaknya tetap dapat makan dan memiliki tempat tinggal yang layak. Uxbal menafkahi keluarganya dengan bekerja sebagai middle man antara komunitas imigran Cina yang memproduksi barang-barang bajakan dengan komunitas imigran asal Senegal yang menjual barang-barang tersebut, lalu menjadi human trafficker bagi para imigran Cina. Selain itu Uxbal juga memiliki anugrah untuk menghantarkan arwah-arwah orang yang telah meninggal agar dapat menyeberang dan bisa meninggalkan dunia dengan damai, yang tentunya keistimewaan ini ia gunakan untuk mencari uang.

Merasa bahwa tugasnya sebagai ayah bagi kedua anaknya belum selesai, Uxbal menerima sebuah berita yang sangat tidak mengenakkan; umurnya tinggal dua bulan lagi karena dirinya didiagnosa menderita kanker prostat. Tugas berat dengan batas waktu pun tidak bisa dielakkan; alih-alih menghantarkan arwah-arwah untuk menyeberang ke dunia lain, kali ini ia harus menghantarkan dirinya sendiri agar siap untuk meninggalkan kedua anaknya di tengah-tengah situasi dan kondisi dunia yang tidak pernah sempurna.

Bagi gue ketika menonton film ini gue merasa bahwa belum ada satu minggu semenjak gue nonton Get Low, gue sudah disuguhkan film dengan tema yang hampir serupa. Tahu kematian akan tiba, si karakter utama pada kedua film tersebut pun berusaha menuntaskan tugas-tugasnya di dunia sebelum meninggal. Namun jika Get Low dibawakan dengan bungkus romantika dan sedikit cipratan komedi, film keempat arahan Inarritu ini digambarkan dengan nuansa melodramatis. Sungguh bukan sebuah film yang tepat jika anda mencari hiburan untuk melepaskan penat. Jauh dari itu, film ini akan membawa pikiran dan perasaan anda sibuk larut dalam ekspresi dan tatapan nanar mata dari Uxbal. Sesak, depresif, namun diakhiri dengan ending yang indah dan penuh dengan harapan.

Masih jelas di ingatan gue bagaimana sesaknya film Blue Valentine yang gue tonton 18 Januari 2011 yang lalu. Dengan atmosfir yang sama, Inarritu yang juga menulis cerita ini tampak ingin menggambarkan betapa kompleksnya kehidupan Uxbal dalam mencari nafkah, mempersatukan keluarga, berbuat baik, dengan tidak melukai satu orang pun di sekitarnya. Berbagai plot cerita yang dimasukkan Inarritu yang seakan menambah "kesialan" Uxbal - yang dapat ditemui juga dalam Babel (2006) - jelas menggambarkan bahwa hidup tidak pernah sempurna, tidak pernah mudah, dan terkadang tidak terjadi menurut keinginan kita.
gambar diambil dari sini
Menarik melihat kedalaman karakter Uxbal sepanjang film ini. Ia berusaha keras untuk mencari tambahan uang untuk menjamin akan tersedianya makanan untuk kedua anaknya. Sayangnya pekerjaannya tidak menjamin dirinya untuk mendapatkan uang dalam jangka panjang. Memperdagangkan para imigran Cina kepada kontraktor bangunan, menjual barang-barang imitasi dari pekerja Cina kepada para imigran Senegal untuk dijual di jalanan, serta tidak lupa menyuap seorang polisi untuk mengamankan "usaha"nya tersebut. Walaupun mata pencaharian Uxbal tergolong ilegal, namun ia menunjukkan keahliannya dengan bagaimana namanya sudah dikenal oleh orang-orang sekitar. Namun ketika semua pekerjaannya itu runtuh perlahan-lahan, ditambah dengan kesehatannya yang mulai terjun bebas, belum lagi hubungannya dengan istrinya yang semakin memburuk, membuat hidup Uxbal terasa semakin sesak.

Film-film tipikal melodramatis seperti ini sangat bergantung pada kekuatan akting dari pemeran utama. Bahwa aktor/aktris dari pemeran utama lah yang menghidupkan, menggerakkan, dan mengarahkan film ini. Semua ini dijawab dengan sempurna oleh akting nyaris tanpa cacat oleh Javier Bardem. Pernah meraih Oscar atas Aktor Pendukung Terbaik dalam No Country for Old Men (2007) sebagai penjahat sosiopath yang menurut gue karakternya adalah salah satu penjahat yang akan selalu diingat di dalam dunia perfilman. Sebagai Uxbal, Bardem benar-benar menghidupkan karakter yang menurut gue memendam beberapa emosi sekaligus; frustasi sekaligus tegar, caring sekaligus cuek, berani sekaligus takut. Briliannya, Bardem bisa menampilkan emosi-emosi paradoksal tersebut dengan sangat baik lewat ekspresi dan tatapan matanya yang nanar. Dibantu dengan sorotan kamera yang lebih banyak memperlihatkan wajah Uxbal dari jarak dekat, seakan-akan memaksa penonton untuk memahami lebih jauh dalamnya emosi yang ada pada diri Uxbal. Setiap gerakan kecil atau detil-detil yang muncul pada adegan seakan bisa menjadi alat bantu untuk membangun sekaligus memahami karakter Uxbal.
gambar diambil dari sini
Kalau dalam Babel, Inarritu mengajak penontonnya membuka pikiran betapa signifikannya peran sebuah bahasa; bahwa terkadang dalam bahasa yang sama pun sesama manusia masih tidak saling mengerti satu sama lain. Dalam film terbarunya ini, Inarritu kembali mengajak penontonnya untuk melihat permasalahan sosial yang terjadi - khususnya pada orang-orang dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah seperti Uxbal dan orang-orang di sekitarnya. Fokus pada kota Barcelona di Spanyol, film ini membuka mata penonton lewat kehidupan bawah tanahnya, tidak saja mengenai perdagangan manusia tetapi juga dengan masalah imigrasi yang ada. Permasalahan imigran gelap memang menjadi lagu lama di Eropa, apalagi di kota-kota besar seperti Berlin, Paris, London, dan sebagainya. Orang-orang Asia dan Afrika yang datang ke kota-kota besar di Eropa kira-kira memiliki motif yang sama dengan orang-orang desa yang bertransmigrasi ke Jakarta; demi iming-iming bahwa hidup dan bekerja di kota besar bisa membawa hidup yang lebih baik. Sayangnya pandangan ini lebih sering tidak terwujud dan membawa ke permasalahan lebih lanjut. Kalau orang-orang desa di Jakarta kira-kira menambah pemukiman kumuh di berbagai sudut ibukota, imigran-imigran gelap di Barcelona ini malah menjadi sasaran empuk untuk dimanfaatkan menjadi ujung tombak kegiatan-kegiatan ilegal macam pembajakan barang, pengedaran obat bius, sampai pekerja gelap. Alasannya bagi orang yang mempekerjakan mereka - termasuk Uxbal sendiri - sangat masuk akal; bisa mendapat untung besar karena para imigran gelap ini rela dibayar murah.

Bagi gue, selalu menarik untuk melihat signifikansi dan korelasi antara judul film dengan jalan ceritanya - khususnya pada film-film Inarritu. Gue ingat betul betapa jungkir baliknya gue untuk mencari signifikansi antara judul dengan jalan cerita pada Babel (2006), yang baru gue bisa temukan setelah bertapa selama beberapa hari. Beruntung pada film ini, Inarritu memberikan satu petunjuk yang jelas yang kemudian bisa dihubung-hubungkan dengan plot cerita yang ada.
gambar diambil dari sini
*kemungkinan SPOILER dari sini* Ada satu adegan dimana anak perempuan Uxbal bertanya bagaimana mengeja kata "beautiful" dan Uxbal menjawab "exactly the way that it sounds", dan pada akhirnya anak perempuannya menulis "biutiful" *kemungkinan SPOILER selesai*. Menghubungkan satu adegan kecil tersebut dengan keseluruhan jalan cerita - khususnya beberapa mata pencaharian Uxbal - memperlihatkan bahwa Uxbal (dan orang-orang sekitarnya) menjalani hidup mereka dengan cara yang mereka pikir adalah cara yang sudah benar. Mereka tidak sadar bahwa mungkin ada cara untuk menjalani hidup yang lebih baik - ketimbang cara yang sedang mereka jalani. Seperti cara mengeja kata "beautiful" yang menurut Uxbal adalah dieja seperti bagaimana kita melafalkannya, merepresentasikan bahwa Uxbal hanya tahu cara yang "mudah" untuk melakoni (atau mengeja) suatu hal - dan tidak sadar bahwa ada cara lain untuk melakukannya. Ini semua mungkin karena pengkondisian sejak masa kecil dan peran mereka di masyarakat yang menyebabkan "terblokirnya" cara-cara alternatif untuk hidup lebih baik.
gambar diambil dari sini
Akhir kata, film ini sangat sayang untuk dilewatkan bagi anda pengikut setia Alejandro Gonzales Inarritu dan/atau Javier Bardem, atau anda yang haus akan film-film bertema sosial, atau bagi anda yang suka dengan tantangan untuk mendalami karakter Uxbal.

Rating?
8,5 dari 10

Komentar