Tangled

Sobekan tiket bioskop tertanggal 5 Februari 2011 adalah Tangled. Ternyata film-film animasi disini muncul jauh lebih belakangan ketimbang di Asia sana ya. Setelah gue hanya bisa gigit jari selama dua bulan membaca setiap ulasannya di berbagai blog film, akhirnya kesampean juga untuk menonton film animasi terbaru dari Disney ini.

Setelah menerima kekuatan ajaib dari bunga emas, bayi Putri Rapunzel diculik dari Raja dan Ratunya oleh Mother Gothel. Mother Gothel tahu bahwa kekuatan ajaib yang bisa membuatnya tetap muda tumbuh dalam rambut Rapunzel, maka dari itu ia meyakinkan Rapunzel bahwa dunia luar sangat berbahaya dan sebaiknya tetap tinggal di dalam menara seumur hidup. Ketika dewasa, rasa penasaran Rapunzel akan dunia luar pun semakin berkembang seiring dengan bertambah panjangnya rambut emas dia. Suatu hari seorang bandit buronan, Flynn Rider, datang ke menara tempat Rapunzel tinggal dengan maksud bersembunyi namun malah disandera oleh Rapunzel. Mahkota hasil curian yang disembunyikan oleh Rapunzel pun membuat Flynn setuju dengan perjanjian yang ditawarkan oleh Rapunzel; mengantar Rapunzel untuk melihat festival lampion dan mengembalikannya ke menara dengan selamat. Ternyata perjalanan tersebut bukan sekedar perjalanan melihat terangnya lampion-lampion yang terbang memenuhi langit, tetapi juga melihat terangnya kebenaran tentang siapa sebenarnya dirinya yang akan terungkap.

Manuver Disney untuk kembali menceritakan ulang dongeng-dongeng klasik ternyata merupakan suatu keputusan yang brilian. Pada dasarnya Disney memang ahli dalam mengubah dongeng klasik menjadi tontonan yang menghibur. Khusus dalam Rapunzel ini dimana beberapa detail kecil dimodifikasi oleh Disney dari cerita aslinya yang dikarang oleh Brothers Grimm, pun menurut gue malah lebih baik ketimbang versi orisinilnya. Komedi-komedi yang ditampilkan juga segar dan mengundang tawa. Sisi romansa antara Rapunzel dengan Flynn pun menyentuh hati. Namun yang membuat gue terkagum-kagum selama 100 menit adalah visualnya yang luar biasa indah.

Untuk animasi yang luar biasa brilian ini, kita perlu berterima kasih pada Glen Keane yang mendedikasikan dirinya sebagai salah seorang departemen animasi di Disney. Kabarnya, dari awal Glen Keane menginginkan film ini sebagai film animasi dengan teknik tradisional yang digambar oleh tangan layaknya lukisan, namun dalam bentuk tiga dimensi. Jadi ia menginginkan gambar animasi jadul seperti Lion King namun memiliki persepsi kedalaman dan dimensi seperti pada Up. Nah loh, bagaimana cara coba? Ternyata jembatan dari "dua dunia" itu adalah teknik CGI. Jadi kuncinya adalah dengan membuat animasi CGI lalu menghaluskan gambarnya menjadi layaknya lukisan tangan. Engga heran setiap shot close-up dari Rapunzel atau Flynn kok kulitnya ya mulus banget gitu. Suatu kesegaran tersendiri setelah bagaimana majunya teknologi animasi akhir-akhir ini yang sangat detil terutama pada kulit manusia. Yang jelas, teknik ini terbilang cukup berhasil untuk menghidupkan kisah klasik di era modern ini.
gambar diambil dari sini
Bukan film animasi karya Disney namanya jika tidak memberikan karakter-karakter baru berupa binatang-binatang yang kocak, imut, dan menyentuh hati. Kali ini kita dikenalkan kepada Maximus si kuda perang yang gagah dan Pascal si bunglon kecil piaraan Rapunzel yang kocak. Tapi rasanya perhatian penonton (well, setidaknya gue) lebih mengarah kepada Pascal yang kecil dan imut ini. Setiap tindak-tanduknya selalu mengundang senyum, atau bahkan tawa, sehingga kemunculannya di setiap adegan selalu ditunggu-tunggu. Walaupun para binatang di film ini tidak berbicara, namun mereka - terlebih Pascal - mengungkapkan ekspresinya lewat raut muka yang malah menambah lucunya mereka.

Oya, gue senang bagaimana Disney tetap mempertahankan ciri khasnya untuk banyak menyelipkan nyanyi-nyanyian di beberapa adegan - walaupun kali ini tidak sebanyak dalam The Princess and the Frog (2009). Apalagi suara Rapunzel diisi oleh Mandy Moore yang semakin memperkuat setiap lagu yang dinyanyikannya. Namun sayang, entah mengapa setiap lagu yang dinyanyikan oleh karakter-karakter dalam film ini rasanya kurang menempel di ingatan. Kurang ear-catchy dan kurang nempel di kepala, seperti bagaimana setiap track di Nightmare Before Christmas (1993) yang masih saja terngiang-ngiang di kepala gue.
gambar diambil dari sini
Walaupun berbentuk animasi, entah mengapa gue merasa karakter Rapunzel disini sangat lovable. Dengan keluguan dan naifnya dia, ditambah dengan begitu mudahnya Rapunzel untuk bernyanyi dan berdansa riang, membuat sulit untuk tidak jatuh hati padanya. Tenang, karakter Flynn Rider yang diisi suaranya oleh Zachary Levi pun tidak kalah menariknya bagi para wanita. Kelakuan "bandit"nya yang cenderung cuek namun ternyata masih memiliki sisi kebaikan di dalam dirinya.

Oya, mengapa judul film ini sempat berganti dari Rapunzel menjadi Tangled adalah karena Disney belajar dari pengalaman pada The Princess and the Frog yang kurang laku di pasaran. Disney sadar bahwa kisah princess kurang diminati oleh penonton anak laki-laki, apalagi dengan judul film yang terlalu "feminim". Maka dari itu Disney sampai membuat trailer Tangled dengan lebih fokus pada karakter Flynn Rider ketimbang Rapunzel sendiri, untuk meyakinkan calon penonton bahwa titik berat film ini akan imbang pada kedua karakter utama dan bukan hanya Rapunzel saja. Dari plot cerita yang diberikan, ya memang benar juga bahwa tanpa kontribusi besar dari Flynn pun, jalan cerita tidak akan bergerak sedinamis itu.
gambar diambil dari sini
Akhir kata, dongeng klasik yang dibalut dengan animasi modern yang ringan dan menghibur ini cukup bisa memberikan perasaan hangat bagi gue ketika lampu bioskop kembali dinyalakan.

Rating?
8 dari 10

Komentar