The Giants

"Film ironi antara tawa dengan keterlantaran ketiga remaja ini menjadi potret bagaimana anak-anak akan tumbuh tanpa perhatian dan kasih sayang"

Kakak-beradik Seth dan Zak yang masing-masing berusia 15 dan 13 tahun, menghabiskan liburan musim panas mereka di rumah milik almarhum kakeknya, sembari menunggu dijemput kembali oleh ibunya yang sibuk bekerja. Di akhir musim panas ketika sang ibu belum juga sempat untuk menjemput, mereka menghabiskan waktu dengan temannya warga lokal, Danny, dengan berkeliling kawasan rural hingga menghisap ganja. Ketika mereka bertiga kehabisan uang, mereka memutuskan untuk menyewakan rumah milik kakeknya kepada seorang warga lokal pengedar ganja selama enam bulan. Ketika keadaan menjadi tidak sesuai harapan, mereka pun harus melewati cara yang sulit dalam perjalanan mereka untuk tumbuh dewasa.

Entah mengapa, ini menjadi film Eropa kesekian yang pernah gue tonton tentang anak-anak yang harus menghabiskan masa remaja mereka tanpa perhatian dan kasih sayang orang tua. Gue masih ingat dengan bagaimana film The Girl / Flickan (2010) yang tahun lalu gue tonton di Europe on Screen juga. Kali ini, film asal Belgia dengan berbahasa Perancis, Les Giants, mengisahkan tiga karakter remaja dengan latar belakang yang berbeda. Seth dan Zak adalah anak dari orang tua yang terlalu sibuk untuk bekerja, sehingga mereka menumbuhkan pikiran dan menjustifikasinya bahwa orang tua mereka tak lagi peduli terhadap mereka. Sementara Danny harus hidup bersama kakaknya yang sadistik dan bekerja pada si pengedar ganja. Mereka bertiga dengan tegas mengatakan "CUKUP!" terhadap keadaan yang sedang mereka alami, untuk kemudian berdiri pada kaki sendiri dan mencoba bertahan hidup apa adanya.


Di usia minor dengan pengalaman dan pengetahuan yang jauh kalah dari orang dewasa, tentunya mereka rentan terhadap berbagai perilaku manipulatif yang dilakukan oleh orang lain. Ketika uang hasil sewa rumah tidak sesuai dengan harapan dan mereka tak bisa lagi menempati rumah tersebut, itu adalah titik balik dimana mereka bergabung dalam "homeless club". Mirisnya, itu harus mereka jalani sejak usia muda dan mereka bukanlah anak-anak yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah. Mereka memiliki segalanya; orang tua, sekolah bagus, rumah besar di Brussels. Namun memang materi bukanlah segalanya. Ketika perhatian dan kasih sayang absen dari kehidupan mereka, seketika itu juga kehidupan mereka sama (atau bahkan jauh lebih) menyedihkannya dengan anak-anak kelaparan di Afrika.


Film ini diceritakan dengan menggunakan dua hal sebagai media utama bercerita; pemandangan alam yang indah di pedesaan Belgia dan kepolosan serta tawa-canda ketiga anak ini. Penempatan kamera dan visual yang ada dalam film ini seakan berjalan pararel dengan keriangan ketiga anak ini dalam menghabiskan liburan musim panas mereka. Namun keindahan serta tawa-canda ini seakan kontras dan ironis dengan situasi psikologis yang sedang mereka alami. Ketika mereka menertawakan diri mereka sendiri, entah karena lelucon-lelucon atau keadaan yang baru saja mereka alami - dan penonton juga ikut tertawa - disitulah jurang miris akan semakin dalam. Dalam tawa tersebut, mereka memang sedang mencari cara untuk menikmati keadaan merana yang mereka alami. Mungkin tawa tersebut adalah sebuah katarsis yang signifikan. Tetapi di saat yang bersamaan, tawa-tawa tersebut juga semakin menambah kesulitan hidup beranjak dewasa yang harus mereka alami. Ketika penonton juga diajak untuk tertawa, di saat yang bersamaan penonton juga diajak untuk semakin memperbesar empati kepada tiga jagoan kecil kita.



Winner - Best Youth Film - Buster International Children’s Film Festival 2012 
Winner - CICAE Award - Cannes Film Festival 2011 
Winner - SACD Prize (Director’s Fortnight) - Cannes Film Festival 2011 
Nominee - Gold Hugo for Best International Feature - Chicago International Film Festival 2011

Belgium | 2011 | Drama / Coming of Age | 84 min | Aspect Ratio 1.85 : 1

Rating?
7 dari 10

- sobekan tiket bioskop tertanggal 4 Mei 2013 -

Komentar