The Shape of Water - Review

"Drama romansa yang sederhana, indah, dan sejuk sampai ke relung hati dengan ide cerita yang unik dan luar biasa" 

Di masa perang dingin tahun 1962, Elisa yang kesepian terjebak pada pekerjaannya sebagai pembersih ruangan di sebuah laboratorium rahasia milik pemerintah AS. Elisa yang tunawicara hanya memiliki satu teman di tempat kerja, Zelda, dan satu tetangga di tempat tinggal, Giles. Hidup Elisa pun berubah kita dirinya jadi berteman dengan "aset" pemerintah di laboratorium tersebut; The Amphibian Man. Namun Elisa harus berani berbuat sesuai sebelum pemerintah memutuskan untuk membedahnya sebagai bahan riset.

The Shape of Water harus menunggu untuk memenangkan penghargaan tertinggi di ajang bergengsi Academy Awards lebih dulu agar distributor film mau menayangkan film ini di bioskop tanah air. Tetapi ya di luar alasan bisnis korporasi, penonton Indonesia tetap harus bersyukur bisa menonton film terbaik tahun ini di layar lebar - bukan layar kaca bajakan. The Shape of Water adalah kisah romansa yang sangat spesial, manis, dan menghangatkan hati. Ceritanya adalah kisah cinta antara dua karakter yang tidak dapat berbicara, ditemani oleh karakter-karakter yang ditindas pada masanya; orang kulit hitam dan  pria homoseksual. Sebuah karakterisasi luar biasa dalam sebuah film romansa tidak biasa.

Kisahnya memang cenderung aneh dan unik; kisah cinta antara wanita dengan manusia ikan. Ya mirip-mirip dengan kisah klasik Beauty and the Beast, bedanya The Shape of Water memiliki lokasi dan penempatan waktu yang realistis. Harus diakui bahwa The Shape of Water adalah film yang indah, mulai dari indah di mata dan juga indah di hati. Departemen Production Design memang layak memenangkan penghargaan di mana-mana, melihat hasilnya dalam film yang sangat nyaman di mata. Melihat apartemen Elisa dan Giles yang terlihat lusuh tetapi terasa sangat nyaman, seakan mencium nikmatnya wangi buku tua. Laboratorium tempat The Amphibian Man dikekang pun dibuat seakan memiliki dua sudut pandang yang bertolak belakang; dingin dan angkuh karena rantai dan kurungan, sekaligus nyaman dan penuh kasih sayang setiap kali karakter Elisa hadir.



Memang jelas bahwa The Shape of Water adalah pencapaian terbaik saat ini bagi penulis dan sutradara yang memiliki ketertarikan tersendiri pada monster. Pan's Labyrinth (2006) mungkin menjadi karyanya yang paling idealis, tetapi The Shape of Water adalah karyanya yang tidak hanya idealis tetapi juga sukses di pasaran alias disukai oleh masyarakat luas. Del Toro jelas mencatat bahwa bisa saja membuat sebuah karya yang berada di garis tipis idealisme dan populer. Caranya jelas dengan mengangkat tema universal yaitu cinta, tetapi dibungkus dalam pengisahan yang unik dan karakterisasi yang tidak biasa. Kapan lagi kita bisa menonton sebuah film di mana dua karakter utamanya tidak bisa berbicara, ditambah lagi karakter pendukung yang termasuk sebagai karakter tertindas di masa tersebut.

Guillermo del Toro juga berani mengangkat isu yang mungkin saja sedang merebak di negara-negara maju; kesendirian. Kesibukan bekerja, apalagi dengan shift tengah malam, bisa saja secara tidak sengaja mengisolasi seseorang. Belum lagi masa tua entah karena pensiun atau dipensiunkan, tanpa pasangan atau bahkan karena pilihan orientasi seksual, yang memaksa seseorang harus hidup menyendiri sepanjang hari. The Shape of Water memang tidak menawarkan solusi praktis, alih-alih memberikan secercah harapan yang optimis. Titik penggeraknya memang makhluk fantasi, yang membuat karakter-karakter yang terjebak dalam kesendirian ini seakan memiliki kesempatan kedua untuk bernafas lega. Tetapi jangan-jangan, apakah butuh hal fantastis dan di luar kebiasaan untuk dapat lepas dari kesendirian? Atau ya memang bisa saja mereka yang hidup dalam kesendirian menemukan kebersamaan dalam hal-hal remeh dan kecil di kehidupan sehari-hari. Ya apapun itu, tampaknya pembuat film menyerahkan interpretasinya pada penonton sesuai dengan pengalaman dan preferensi masing-masing.






USA | 2018 | Drama / Fantasy / Romance | 123 mins | Flat Aspect Ratio 1.85 : 1

Winner for
Best Director (Guillermo del Toro),
Best Original Score (Alexandre Desplat),
Best Production Design,
Best Film of the Year,
Nominated for
Best Actress (Sally Hawkins),
Best Actor (Richard Jenkins),
Best Supporting Actress (Octavia Spencer),
Best Original Screenplay,
Best Cinematography,
Best Costume Design,
Best Sound Editing,
Best Sound Mixing,
Best Film Editing,
Academy Awards, 2018.

Winner for
Best Director (Guillermo del Toro),
Best Original Score (Alexandre Desplat),
Best Film of the Year,
Nominated for
Best Film of the Year - Drama,
Best Actress (Sally Hawkins),
Best Supporting Actor (Richard Jenkins),
Best Supporting Actress (Octavia Spencer),
Best Original Screenplay,
Golden Globes, 2018.

Rating Sobekan Tiket Bioskop:

- sobekan tiket bioskop tanggal 3 April 2018 -

----------------------------------------------------------
  • review film the shape of water
  • review the shape of water
  • the shape of water movie review
  • the shape of water film review
  • resensi film the shape of water
  • resensi the shape of water
  • ulasan the shape of water
  • ulasan film the shape of water
  • sinopsis film the shape of water
  • sinopsis the shape of water
  • cerita the shape of water
  • jalan cerita the shape of water

Komentar